Jumat, 14 Desember 2012

Munajat Seorang Muslimah


Yaa Allah...
Aku ingin menjadi seorang muslimah seutuhnya…

Seorang muslimah sejati yang mencintai dan dicintai oleh Rabb-nya
Yang selalu merindukan dan dirindukan oleh Rasul-nya
Yang mempercayai dan dipercayai para sholihin dan sholihat sebagai sahabat hatinya
Yang berbakti pada orangtua dalam bingkai ketaatan pada-Nya

Yang menjadikan sabar dan shalat sebagai solusi atas permasalahannya
Yang tak lalai dalam bersyukur atas semua nikmat dan karunia-Nya
Yang senantiasa menjadikan Al-Qur’an sebagai penawar jiwanya

Yang tutur katanya merupakan dzikir, nasehat dan doa

Yang keimanannya tercermin dari kebaikan akhlaknya
Yang melakukan amal shalih dengan bersegera melakukannya 
Yang tak membuang-buang waktu dengan perkara sia-sia terlebih sengaja berbuat dosa

Yang menjaga kehormatan dirinya selayaknya muslimah yang mulia

Yang mempersembahkan diri seutuhnya hanya kepada lelaki yang telah menjadi suaminya
Yang membangun rumah tangga berlandaskan pondasi iman dan takwa
Yang mendidik anak-anaknya agar menjadi mujahid-mujahidah selanjutnya

Yang tidak silau pada gemerlapnya dunia serta perhiasannya
Yang rezekinya selalu dikeluarkan bagi mereka yang membutuhkannya

Yang hatinya selalu terpaut pada masjid serta majelis dzikir lainnya
Yang tak henti belajar untuk menambah tsaqofah ilmu agamanya
Yang berkemauan mengajarkan apa yang telah dipahaminya
Yang menapaki jalan dakwah sebagai jalan hidupnya

Yang amanah terhadap kewajiban yang diembankan untuknya
Yang ikhlas dalam beribadah hanya kapada Allah semata
Yang hanya mendambakan hidup mulia atau mati sebagai syahidah
Yang tujuan akhirnya adalah surga dengan segala kenikmatannya

Aku ingin menjadi muslimah seutuhnya...
Semoga Allah memudahkan jalannya... 
Aamiin

(dhini iffansyah)

Selasa, 20 November 2012

Bianglala Kehidupan


Bianglala Kehidupanku.....

Ada kalanya ia berada di bawah...di tengah... dan di atas...

ketika berada di bawah, dunia akan terlihat begitu sempit
hingga memunculkan berbagai pikiran negatif

ketika berada di tengah, hadirlah rasa harap-harap cemas
berupaya mencapai puncak namun hati merasa was-was

ketika berada di atas, semua nampak begitu indah
hingga terpesona dengan perhiasan dunia yang menggugah

Beberapa waktu yang lalu...
aku merasakan bianglala kehidupanku tepat berada di bawah
terpuruk, pesimis, hampir putus asa
hingga Allah merangkul hatiku dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja

Perlahan..... bianglala kehidupan itu bergerak
pergolakan hati pun semakin membuat sesak
rupanya rasa ragu dan kekhawatiran itu masih tersisa
namun Allah kembali meyakinkan bahwa aku pasti bisa mengatasinya

Kini bianglala itu hampir mencapai puncaknya
berbagai keindahan mulai tampak di depan mata
satu persatu kesulitan itu telah pudar
tertiup oleh hembusan angin nan segar


Wahai diriku...


"...Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan...?" (Ar-Rahman)

Bukankah Allah Yang Memegang Kendali atas semua kejadian..?
Lantas mengapa masih terbesit dalam hatimu untuk menyesali suatu keadaan?


Ingatlah...

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Nikmatilah setiap takdir yang Dia tetapkan bagimu
bersabarlah ketika ditimpa suatu kesulitan
bersyukurlah ketika diberi suatu kenikmatan
Maka inshaallah... semua urusanmu akan menjadi sebuah amal kebaikan... :)

Wahai diriku...

Optimislah dalam memandang permasalahan...
yakinlah dengan janjiNya yang tak terbantahkan


"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (Asy-Syarh: 6)

tak perlu risau dengan cobaan yang menimpamu...
karena disitulah Allah sedang menguji kualitas imanmu

semakin besar cobaan itu...
semakin besar pula pahala yang sedang menantimu

jangan pula kau khawatirkan kegagalan...
karena Allah tak akan mempermasalahkan kegagalan itu
selama kau masih bertawakal hanya kepada Rabb-mu

Wahai diriku...

Berhentilah meragukan kemampuanmu
bukankah Allah juga sudah mengingatkan...

"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya,
jika kamu orang-orang yang beriman." (Ali Imran: 139)

Maka berusahalah.... dan kuatkanlah keimanan itu disetiap waktu

Sebab selanjutnya, bianglala ini pun akan terus berputar....

Sesuai dengan ketetapan dari-Nya
Untuk itu jadikanlah dirimu sosok yang jauh lebih tegar

Selayaknya seorang  muslimah yang bertakwa

Wahai diriku...

walau bagaimanapun kondisi bianglala kehidupanmu..

"....hiduplah sebagai orang beriman...

hingga kelak mati dengan membawa iman...." (nasehat ibu)

karena tanpa keimanan... musnahlah semua amal yang diusahakan.
karena hanya dengan berbekal iman...
seorang hamba layak menapaki surga yang penuh kenikmatan

#CatatanHatiMenjelangWisuda

(dhini iffansyah)

Kamis, 15 November 2012

The Spirit of Hijrah

1434 H >> More Kindness, Happiness, and Success in Life, inshaallah.

Alhamdulillah... Allah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk memasuki tahun baru 1434 H.

Di awal tahun ini... mari kita azamkan pada diri kita masing-masing agar bisa menjadi hamba-Nya yang lebih takwa. Semoga bertambah ilmu dan keimanan kita, mendapatkan petunjuk dan rahmat dari Allah subhanahu wata'ala, senantiasa istiqomah di jalan-Nya, hingga langkahpun akan semakin dekat dengan surga... aamiin Allahumma aamiin..

Allahummaj'al awwala haadzihis sanati shalaahan, wa awsathaha suruuran wa akhhiraha najaahan... (Ya Allah jadikan awal tahun ini kebaikan, pertengahannya kegembiraan, dan akhirnya kesuksesan)



Selasa, 13 November 2012

Silhouette of My Life

Dia adalah bagian cahaya yang tak menyilaukan mata
Dia memberi kesan misterius tentang keberadaannya
Namun dia tetap nyata dibalik gelapnya

Inilah siluet kehidupanku...
yang ku lukiskan dengan tinta hitam berpadu
Dia adalah saksi atas warna-warni kisah pengalamanku
Memberikan makna dalam hati dan jiwaku

(dhini iffansyah)

Senin, 12 November 2012

My Silhouette

Riszky Adhini Rachmi adalah seorang muslimah yang ingin terus belajar dan mencoba mengambil hikmah dalam setiap kisah kehidupan.

Pernah sekolah di TK Pembina Banjarmasin, SDN Teluk Dalam 3 Banjarmasin, SDN Kandangan Kota 4, SDN Banjarbaru Utara 2, SMPN 2 Banjarbaru, dan SMAN 1 Banjarbaru. Seorang Alumna Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Pernah dipercaya sebagai Ketua Departemen Keilmuan, Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan anggota Majelis Syuro di Lembaga Kerohanian Islam LISFA Fapsi UMM, serta anggota Dewan Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah UMM.

Berpengalaman sebagai Asisten di UPT. Bimbingan Konseling UMM, Co.Trainer di UPT. Program Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan UMM, Tutor Bimbingan Konseling di SMPN Darma Wirawan Malang, Guru di TPA Little Fingers, aktivis LSM Iqro Club Banjarbaru, Kepala PAUD IT ANIC Banjarbaru, Kasubag Kepegawaian Yayasan Mawar Banjarbaru (Sekolah Islam Al Azhar 37 & 47). Saat ini bekerja sebagai Analis Diklat di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Banjarbaru.

Memiliki Motto "Menjadi Bagian dari Solusi, Berpikir Cerdas, Beramal Ikhlas"

Bisa dihubungi melalui e-mail di dhiniffansyah@gmail.com , follow twitter dan instagram di @dhiniffansyah dan facebook dengan nama Riszky Adhini Rachmi.




Semua Karena-Nya


Memang begitulah bila ikhlas tidak menghiasi hati
Akan mudah ia tersakiti bahkan merasa selalu terzalimi

Padahal bila ia paham dengan maksud dari dakwah ini
Kekecewaan apapun akan segera terobati
Tetap bersemangat dan terus berkontribusi

Karena ia bekerja atas dasar perintah Allah.. untuk keridhoan Allah.. dan semuanya akan dikembalikan lagi pada Allah.

Sungguh Allah Mahatahu lagi Mahateliti dengan apa yang kita kerjakan…

Tidaklah semua yang kita lakukan itu berlalu sia-sia, 
melainkan Dia pasti akan memberi balasannya.

(dhini iffansyah)


Minggu, 11 November 2012

Sebuah Catatan Kerinduan


Malang, 10 November 2012
Semakin mendekati hari kelulusanku sebagai mahasiswa S1. Mama dan kakak perempuanku tampak antusias untuk menghadirinya. Kemarin mereka menelepon. Kami membicarakan panjang lebar terkait persiapan acara nanti. Harusnya aku bahagia namun nyatanya masih ada yang mengganjal dalam benak ku.

Jakarta, 16 Desember 2009
Papa baru saja menjalani operasi jantung. Setelah semalam diperbolehkan pulang dari rumah sakit Pusat Jantung Nasional, Harapan Kita. Hari ini aku, mama dan papa berangkat ke bandara Soekarno-Hatta. Kami diantar oleh salah seorang sepupuku bersama isteri dan juga anaknya. Seperti biasa, aku memilih duduk didekat pintu dan papa duduk tepat disampingku, ia duduk ditengah, diantara isteri dan anak perempuannya. Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam, melempar pandangan keluar, memperhatikan aktivitas pagi warga Jakarta.
Setibanya di bandara, aku duduk-duduk sebentar bersama mama dan papa, dan tidak jauh berbeda dari sebelumnya, aku pun lebih banyak diam. Tidak lama, aku pergi untuk check in di lokasi yang berbeda karena memang tujuan aku berbeda. Aku harus kembali ke Malang untuk kuliah, sedangkan mama dan papa pulang ke Banjarbaru. Aku pun berpamitan pada kedua orangtuaku, tanpa ada firasat apapun.

Malang-Banjarbaru, 17 Desember 2009
Siang ini aku ada kuliah psikologi industri dan organisasi. Aku memutuskan untuk tidur dulu karena masih merasa ngantuk. Sudah jadi kebiasaan ketika aku tidur maka handphone ku akan ikut “tidur”. Aku sengaja mematikan handphone agar tidurku tidak terganggu dengan suara dering sms maupun telepon. Namun hari ini berbeda.
Dering itu berasal dari telepon kosan, cukup nyaring dan terdengar jelas karena letaknya berada di depan kamarku. Tapi aku acuh saja, berharap ada orang lain yang akan mengangkatnya.
Ibu kos pun segera menerima panggilan itu. Samar-samar aku mendengar ibu kos berbicara beberapa saat dengan orang dibalik telepon. Tidak seperti biasa, ibu kos mengetuk kamarku, sambil memanggil-manggil namaku.

“Dhiinn…. Dhini.. ada telepon dari tante…”

Dengan sedikit malas aku menyahut kemudian bangun dan keluar kamar.

“Iya bu..”

Setelah membuka pintu, masih ku dapati sosok ibu kos yang memandangku dengan iba. Aku sudah merasa ada yang tidak beres

“Sabar ya dhin...”  ibu kos ku mengatakan itu dengan sungguh-sungguh.

Akupun meraih gegang telepon dengan agak gugup.

“Assalaamu’alaykum…”

“Wa’alaykumussalaam nak….. papa sudah gak ada….”  Suara tante agak gemetar dan penuh emosi, tante berbicara sambil menangis.

Aku bingung… shock… dan  diam. Sementara tante meneruskan berbicara ini dan itu, tapi aku seperti sudah tidak lagi berada disana.
Informasi yang ku terima dari tante terpotong-potong karena pikiranku sendiri yang sudah tidak bisa fokus.
Intinya adalah aku harus pulang saat itu juga. Aku harus segera berkemas dan pergi ke bandara Juanda untuk mengejar penerbangan sore itu ke Banjarbaru.

Aku menangis. Jiwaku serasa berpisah dari ragaku, terhuyung-huyung menuju kamar. Aku sudah tidak mengindahkan ibu kos yang ternyata masih berada didekatku.

Di dalam kamar, sambil terus menangis, aku mengemasi barang seadanya, memasukan beberapa lembar pakaian dan benda penting lainnya.
Setelah selesai packing aku mulai agak tenang, aku menelepon operator taksi untuk menjemput. Sambil menunggu, aku pun duduk di ruang tamu, ditemani oleh dua orang adik kosan yang juga hanya bisa diam melihat keadaanku.

Di dalam taksi, aku kembali menangis.

Sejenak akal sehatku kembali, teringat bahwa siang itu ada kuliah. Aku pun mengirimkan SMS kepada salah seorang teman untuk memintakan izin sekaligus untuk beberapa kuliah kedepan. Awalnya aku hanya menyampaikan izin karena harus pulang ke Kalimantan, tapi temanku lantas bertanya-tanya, mengapa mendadak? Akhirnya ku sampaikan bahwa ayahku baru saja meninggal dunia.

Tak lama, kabar itupun cepat tersebar. SMS belasungkawa dari teman-temanku membanjiri inbox. Entah mengapa, pesan simpatik dari mereka semakin membuat perasaanku berat dan air mata semakin sulit untuk dibendung.
Aku pun tiba di bandara Juanda. Tante sudah menunggu dan segera memelukku ketika keluar dari taksi. Sama seperti ketika membaca SMS, pelukan dari tante juga membuat lukaku semakin terasa perih.

Hari mendekati senja ketika kami sampai di bandara Syamsudin Noor.
Kakak laki-laki ku sudah ada disana, berdiri menyambut kedatangan kami.
Untuk pertama kalinya, bukan papa yang menjemputku di bandara. Air mata itupun kembali menetes dalam pelukan kakak laki-laki yang berusaha tegar menyabarkanku.

Di depan rumah sudah terpasang tenda dengan sederetan kursi-kursi. Para tetangga dan kerabat dekat pun sudah banyak yang berdatangan.
Aku berjalan melewati orang-orang itu, memasuki ruang tamu yang juga sudah dipenuhi oleh para pelayat.
Kakak perempuanku ada diantara mereka, matanya sembab. Ketika melihat aku datang, ia pun berdiri dan kami pun saling memeluk dan menangis tanpa ada suatu kata yang terucap.

Dan setelah serentetan tangis yang terjadi hari ini….
Yang paling mengiris hati adalah ketika aku menghampiri jenazah papa…
Badanku terasa lemas…
Tas yang ku bawa terjatuh begitu saja…
Aku bahkan merasa sulit bernafas…
Menyaksikan papa benar-benar sudah tiada.
Aku tersungkur dihadapannya, sosok yang kemarin baru saja bersamaku di Jakarta. Sekarang sudah pergi untuk selamanya.

Surabaya, Juli 2008
Menuju awal semester baru perkuliahan. Sekarang aku sudah menjadi mahasiswi Fakultas Psikologi UMM. Mama dan papa memutuskan untuk datang menjenguk anak bungsunya. Aku sengaja datang ke Surabaya untuk menjemput mereka. Segera setelah mencium kedua tangan orangtuaku, papa memberikan sebuah tas hitam yang sejak tadi dibawanya. Tas itu berisi laptop. Di dalamnya aku juga menemukan sebuah kartu dan ucapan yang ditulis sendiri oleh papa.

“Papa dukung kamu meraih cita-cita. Jaga harga diri dan kehormatan keluarga.. InsyaAllah kamu akan jadi orang yang berguna.”

Aku sengat senang, bukan semata-mata karena laptop yang papa berikan. Tapi karena kasih sayang, perhatian, dan dukungan yang kurasakan. Sejak saat itu akupun berjanji pada diriku sendiri., aku akan bersungguh-sungguh dalam kuliah dan menjaga kepercayaan yang sudah mereka berikan.

Ketika sampai di rumah tante, kami beristirahat dan ngobrol santai di ruang makan. Pada suatu percakapan, papa mendadak jadi melankolis dan berucap, “Apa aku masih sempat melihat Dhini di  wisuda?”  nada bicara itu begitu pesimis dan mengandung kesedihan.

Anggota keluarga yang lain menghibur dan meyakinkan bahwa papa bisa. Sakit yang papa derita akan sembuh. Setelah ini papa akan semakin sehat dan akan menghadiri wisuda bahkan melihatku sampai berkeluarga.

**Namun Allah memiliki rencana berbeda… rencana yang mungkin saat itu sudah “disadari” oleh papa...
Ya Allah... sampaikan sejuta cinta, sayang, dan rindu untuknya disana...
 Sampaikanlah bahwa hingga kini hamba masih menggenggam erat impiannya dan berusaha mewujudkannya.**