Kamis, 27 November 2014

Tuhan, buatlah aku jatuh cinta..

Sudah mendekati waktu syuro sore ini. Aku pun bersiap-siap berangkat 30 menit sebelumnya agar tak terlambat.

Menyusuri jalan menuju depan gerbang, langkah kaki ku mulai terasa berat. Saat ku temukan angkot dan duduk di dalamnya, hatiku terasa sesak ingin menangis.

Astaghfirullah... aku tak bisa membohongi diri sendiri, aku tak ingin pergi ke pertemuan itu.

Ku coba menghibur hati dengan mengulang-ulang satu ayat di pikiranku.

"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
(QS. At-Taubah: 41)

Syuro ini memang telah direncanakan jauh hari. Namun aku selalu berharap akan dibatalkan.

Mengapa?

Karena aku tak menyukainya. Aku tak menyukai qiyadah kami yang baru.

Perilakunya membuatku gerah.
Ku rasakan pahit saat dia menyapa dan tersenyum.
Bahkan begitu malas mendengar  dia berbicara.

Ketika dia memaparkan sesuatu di dalam forum, aku lebih suka bermain dengan gadget ku. Membaca info yang di kirim via grup whatsapp, membalas bbm, browsing di instagram, apa saja... karena aku tak tertarik dengan apapun yang dia katakan.

Berkali-kali ku lihat jam tangan. Waktu terasa melambat. Aku ingin syuro ini cepat selesai.

Ingatanku terbang melintasi waktu saat ku menghadiri syuro yang di agendakan oleh qiyadah ku terdahulu.

Waktu itu aku pun hampir menangis.

Bukan karena tak suka, tapi karena cinta.

Aku belajar mencintai dakwah darinya. Mencintai karena Allah. Aku merasa amat bersalah dan hampir menangis saat dia menasehatiku. Aku mencintai qiyadahku dengan segala keteladanan yang ia berikan.

Ya Rabb...

Hamba ingin merasakan jatuh cinta lagi.

Jatuh cinta pada qiyadah agar nyaman saat berjama'ah dan senang hati menunaikan amanah.

Aku tahu tak semestinya begini...
Aku tahu harus tsiqoh...

Ketika ku curahkan dengan seorang saudara tentang kegalauan hati saat itu, ia pun mengingatkan ku.

"Jangan begitu ukhti. Ingat, ketaatan pada qiyadah adalah bagian dari ketaatan pada Allah."

Allah berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
(QS. An-Nisa: 59)

Heem... iya, memang benar.. dan memang itu adalah satu-satunya motivasi ku bertahan hingga detik ini. Aku barangkali "terpaksa" mentaatinya karena Allah yang menyuruhku dalam ayatNya.

Aku masih mentaati qiyadah ku karena memang begitulah seharusnya. Tapi sekali lagi tiada cinta disana. Hingga dakwah ini jauh lebih berat terasa dibandingkan sebelumnya.

Tak tahu sampai kapan harus begini.
Semoga rasa ini segera berganti.

(dhini iffansyah)

Note: Begitulah tabiat dakwah. Jalannya mendaki lagi sukar. Ujian menerpa dari arah mana saja. Baik dari diri sendiri maupun orang lain.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi ?Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut: 2-3)

Bertahanlah walau tak suka, sebab..

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Wallahu'alam bishowab. Semoga bermanfaat.


Minggu, 16 November 2014

Never ending Halaqah

Halaqah...

Alhamdulillah sudah kurang lebih 6 tahun aku berada dalam lingkaran ini.

Bagaimana rasanya?

LUAR BIASA

Tetesan ilmu telah ku teguk lewat pesan hikmah sang murobbi dan para akhawat shalihah.

Di awal masa halaqah, aku pernah merasakan hadir seorang diri. Kajian yang hanya diadakan sepekan sekali ini pun ternyata masih mampu memunculkan berbagai alasan untuk tidak hadir.

Tapi percayalah, aku tidak kecewa karena ku lihat sang murobbi pun tetap setia memberikan ilmunya padaku.

Begitu sabarnya beliau menuntunku pada kebaikan. Aku yang mulanya begitu awam terhadap persoalan agama, sedikit demi sedikit mulai merasakan hangatnya cahaya islam dan iman melalui lisannya.

Masyaa Allah...

Terlintas pertanyaan, apa untungnya baginya? Setiap pekan menyempatkan waktu untuk bertemu, memberikan ilmu dan menasehatiku, bahkan ia pun tak segan untuk mentraktir disaat-saat tertentu.

Di lingkaran ini...

Aku tak pernah sekalipun dipaksa. Perubahan yang terjadi setelahnya insyaallah murni karena keputusan pribadiku.

Murobbi tak pernah menuntutku mengikutinya, dia hanya memberitahu. Aku mau ikut atau tidak, merupakan pilihan bukan paksaan.

Di lingkaran ini...

Untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan ukhuwah islamiyah. Ukhuwah yang sejatinya benar-benar indah.

Beda latar belakang, beda hobi, beda kesukaan, beda suku dan budaya. Beda dalam segala hal kecuali aqidah. Cukuplah aqidah yang menyatukan kami duduk dalam satu halaqah.

Baru pertama bertemu tapi langsung bisa akrab. Ku rasakan penerimaan yang begitu besar dari mereka. Sama sekali tak memandang harta maupun tahta. Hanya diriku apa adanya sebagai saudari mereka.

Saling mengingatkan dan saling membantu satu sama lain.
Itulah ukhuwah, cinta sederhana yang penuh makna.

Di lingkaran ini...

Tak sekali atau dua kali, ku dengarkan kalimatul murobbi yang sangat berkesan di hati karena begitu sesuai dengan kondisi diri.

Semua ilmu yang menyegarkan dan menyejukkan melalui madah, kultum, maupun bedah buku yang disampaikan.

Halaqah seumpama telaga yang airnya tak pernah surut untuk menghilangkan dahaga siapa saja.

Di lingkaran ini...

Setiap pekan kami terbiasa untuk melakukan mutaba'ah amal yaumi, tahfidz atau sekedar muroja'ah Al-Qur'an.

Semua catatan itu, ternyata sukses memotivasi hidupku. Memperbaiki kualitas ibadah, meningkatkan amalan sunnah hingga menambah hafalan surah.

Benarlah kata Umar bin Khattab,
"Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia."

Di lingkaran ini...

Halaqah bukan lagi lingkaran biasa.

Disana ada inspirasi..
Ada motivasi..
Ada nasehat..
Ada semangat..
Ada persaudaraan..
Ada perhatian..
Ada canda tawa..
Ada senyum bahagia..

Dan yang terpenting, ku temukan setitik cahaya-Nya disana.

(dhini iffansyah)

Jumat, 14 November 2014

Remember Allah

Alhamdulillah... Allah Maha Baik...

Ceritanya hari ini mau ikutan tes seleksi di Banjarmasin...

Udah di angkot baru ingat kalau papan alas buat tes ketinggalan !
"Gimana nih ya Allah... nt susah nulis jawabannya."
~>Ternyata kali ini udah disediakan meja sama panitia
*alhamdulillah :)

Di tempat tes udah banyak yang datang.
"Gimana nih ya Allah... kalau kebagian duduk dibelakang nanti engga jelas liat tulisan di layar depan."
~>Ternyata ada panitia yang manggil dan nunjukin satu kursi kosong no.3 dari depan.
*alhamdulillah :))

Setelah beberapa sesi tes mendadak pulpen macet !
"Gimana nih ya Allah... engga tau mau minjam sama siapa."
~>Ternyata tes terakhir justru diharuskan pakai pensil
*alhamdulillah :D

Pas waktu istirahat nyadar kalau di luar ternyata hujan deras !
"Gimana nih ya Allah... payungnya juga lupa dibawa."
~>Ternyata pas pulang hujannya udah reda.
*alhamdulillah ;)

Selesai tes udah kesorean !
"Gimana nih ya Allah... kalau angkotnya ngetem bisa-bisa maghrib baru sampai rumah."
~> Ternyata pas nyampe terminal pas angkotnya mau jalan
*alhamdulillah :')

Allah selalu punya cara untuk menolong hambaNya... insyaallah...

(dhini iffansyah)

Selasa, 28 Oktober 2014

Islam Jalanku yang Indah

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Saudaraku...
Sesungguhnya nikmat terbesar dalam kehidupan kita adalah nikmat islam...

Sebab Allah subhanahu wata'ala telah mengharamkan surga bagi mereka yang kufur terhadapNya.

Saudaraku...
Ketahuilah bahwa setiap yang Allah ambil dari kita, pasti akan ada penggantinya....

Namun tidak dengan agama. Bila Allah telah mengambil keislaman dari diri kita... maka tidak akan ada ganti selain islam yang bisa menyelamatkan.

Maka bergembiralah dengan keislaman kita...
bergembiralah ketika melakukan ibadah dalam rangka keta'atan kepadaNya.

Serta berdoalah agar kita diwafatkan dalam keadaan islam...

Sebab itulah tanda bahwa Allah mencintai kita.

Saudaraku...
Allah sama sekali tak dirugikan tatkala kita melakukan maksiat...
kita sendirilah yang akan binasa oleh maksiat itu.

Segeralah berhijrah padaNya...
Mohonlah ampunanNya...
Mohonlah keridhoanNya...

"Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu."

SELAMAT TAHUN BARU 1436 H

Senin, 08 September 2014

Istiqomah

Dulu almarhum papa pernah bilang, "Jadi ranking 1 itu mudah, yang sulit itu mempertahankannya."

Yap, menurutku memang ada benarnya.

Terlebih dalam soal ibadah.

Pagi ini baru dapat pesan dari admin grup ODOJ. Soal indeks prestasi grup (IPG) secara keseluruhan untuk grup akhawat (perempuan).

Hasilnya......

IPG grup kami turun.

Heem, ternyata memang sulit ya untuk istiqomah. Dalam hal ini komitmen untuk selalu tilawah/tarjim/tasmi satu hari satu juz.

Memang selalu ada saja alasannya. Kesibukan, lupa laporan, handphone kehabisan baterai, mati lampu dst..dst...

Namun tetap saja ada kesedihan ketika kita gagal untuk istiqomah. Sebab itu artinya kita gagal dalam mempertahankan kebiasan baik dalam diri kita. Sedangkan bila kita tidak disibukan dengan kebiasaan baik maka secara otomatis kita pasti sedang disibukan dengan hal-hal yang kurang baik bahkan tidak bermanfaat.

Melihat raport ODOJ sudah seperti ini... bagaimana dengan raport lainnya???

Apakah juga sudah turun?

Kelak bagaimanakah ekspresi kita ketika menerima raport amal selama hidup di dunia. Berseri-serikah? Atau justru bermuram durja.....

Masih ada kesempatan untuk memperbaiki raport kita...
Masih ada waktu untuk belajar mencapai istiqomah.

(dhini iffansyah)

Jumat, 05 September 2014

Jilboobs Juga Manusia

>> Ini hanya tulisan dari seorang miskin ilmu..... mohon maaf bila banyak kekurangan bahkan kesalahan.

Belakangan banyak orang yang membahas soal jilboobs. Jujur, saya sebenarnya enggan menulis soal isu ini tapi rasanya hati malah semakin sesak membaca opini-opini yang berseliweran tentang mereka. :'(

Saya sama sekali tidak bermaksud membenarkan "style jilbab" mereka.




Namun tindakan meng-upload foto-foto pribadi mereka tanpa izin, kemudian diberi ucapan "selamat" telah dinobatkan sebagai jilboobs lantas mengundang komentar-komentar merendahkan dari orang lain, apakah itu tindakan bijak? Saya rasa tidak.

Merendahkan mereka....
menertawakan dengan maksud menghina....
menegur dengan maksud menjatuhkan....

Saya khawatir, terbesit kesombongan saat kata-kata itu diucapkan. Merasa diri lebih baik dari mereka, merasa derajat diri lebih tinggi dan mulia, atau merasa Allah lebih mencintai diri ini dibanding mereka.
Benarkah prasangka itu?

Sedangkan kehidupan masih terus berlanjut... hari akhirat pun masih berada di depan. Boleh jadi orang-orang yang kita hina dan rendahkan itu kelak mendapat istana yang megah di surga. Wallahua'lam.

"Yaah, niatnya kan baik... mengingatkan mereka agar mereka sadar dan mau mengenakan jilbab sesuai syari'at."

Bila memang demikian... sungguh mulia niat itu. Namun bukankah setiap niat baik itu harus dilakukan dengan cara yang baik pula? Agar disempurnakan-Nya pahala terbaik bagi kita.

Sebagai sesama muslim kita memang wajib saling mengingatkan. Yakni mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

Pertanyaannya... apakah cara mengingatkan itu sudah cara yang benar dan sabar?
Apakah itu berasal dari ketulusan hati berukhuwah islamiyah, atau sekedar arogansi menghakimi mereka?

Bukankah mereka itu saudari muslimah yang kehormatannya wajib kita jaga?

Bukankah muslim itu adalah orang islam yang orang islam lainnya selamat dari ucapan lidah dan perbuatan tangannya...?

Bagaimanapun mereka adalah muslimah....
Mereka perempuan yang perasaannya sensitif.

Saya yakin diantara mereka ada yang sakit hati, marah dan malu ketika foto-foto itu beredar dan diberi komentar semacam itu.

Betapa sampai hati orang-orang yang menganggap remeh perkataan mereka, sementara kata-kata itu ibarat pedang yang menyayat bahkan menusuk hati saudaranya.

Lalu bagaimana pula bila keluarga para muslimah itu melihatnya?

Menyaksikan foto anak perempuan kebanggaan mereka dihina di media.

Membaca komentar tentang adik perempuan kesayangannya yang direndahkan para lelaki tak dikenal.

Yaa Rabb... mungkin saja sudah berkali-kali air mata seorang ibu tumpah karena memikirkan kehormatan anak perempuannya.

Kita tak pernah tahu cerita dibalik itu semua, karena kita tak mengenal mereka. Namun meski demikian, tak menghentikan lisan dan tangan itu terus menyakiti mereka..... astaghfirullah :'(

Bagaimana bila mereka itu ibu, saudari, istri, atau anak perempuan kandungmu sendiri?

Akankah diri ini tega memperlakukan mereka seperti itu?

Akankah kata-kata merendahkan yang akan keluar dari lisanmu?

Astaghfirullah... astaghfirullah... astaghfirullahal'adzim...

Saya pun ingin seluruh muslimah dapat mengenakan jilbabnya dengan sempurna. Semoga Allah berkenan memberikan hidayahnya pada kita. Menunjukan cara terbaik untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

Yaa Rabbana...
Ampuni segala dosa hamba dan seluruh muslimin dan muslimat di dunia...
Ampuni ketidaktahuan dan kekhilafan kami...
Ampuni lisan dan perbuatan lancang kami...
Dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Aamiin.

(dhini iffansyah)

Rabu, 03 September 2014

Ibadah to Jannah

Ibadah itu memang "membosankan" bila hanya dijadikan rutinitas belaka.
Hadirkan hati kita dalam menjalaninya, agar bertambah cinta & ketaatan kepada Sang Pencipta.
Tuhan memerintahkan kita beribadah bukan untuk kepentingan-Nya, melainkan untuk kebaikan diri kita.
Sebab walau tiada seorangpun beribadah mengagungkan nama-Nya, itu tak akan mengurangi kemuliaan Allah tabaraka wa ta'ala.
Sedang hanya dengan beriman dan beribadah lah, manusia dapat berupaya menentukan derajatnya di dunia hingga posisinya kelak di akhirat.
Beribadah dengan penuh kesungguhan, bukan ala kadarnya.. bukan pula dikerjakan disisa waktu kita.
Karena Allah sama sekali tidak memerlukan amal ibadah kita. Manusia lah yang butuh untuk beribadah kepada-Nya, butuh cahaya-Nya. Cahaya di atas cahaya... yang mampu menerangi jalan hidup manusia hingga ke surga.

(dhini iffansyah)

Selasa, 19 Agustus 2014

Metamorfosa

Banyak yang berubah selama 5 tahun terakhir. Orang-orang yang mengenalku sejak lama pun akan serentak mengamininya.

Penampilanku telah jauh berubah.

Mereka heran, "Apa kerudungmu itu tidak terlalu lebar? Apa itu tidak berlebihan?"

Aku tersenyum mendengarnya, yang aku tahu, kerudung seperti inilah yang membuat hatiku tentram mengenakannya.

Kerudung berbahan tebal dan berukuran lebar. Mereka pikir akan sangat ribet dan terasa panas memakai kerudung seperti itu seharian.

Namun sekali lagi aku hanya tersenyum. Justru kerudung inilah yang membuatku jauh merasa aman dan nyaman saat beraktivitas di luar.

Kadang aku memang malu dengan kerudung lebarku.

Bukan karena merasa kuno, culun atau kampungan.

Malu karena aku merasa akhlak, ilmu dan amal ku tak seperti para akhawat lain yang mengenakannya. Akhawat shalihat yang dicemburui oleh para bidadari surga.

Namun rasa malu itulah yang kembali meneguhkanku. Bukankah malu adalah salah satu cabang dari iman?

Meski hanya secuil iman yang kumiliki saat ini, aku ingin bisa terus merawatnya dengan penuh keikhlasan. Hingga suatu hari dia akan tumbuh meneduhkan, melindungiku dari teriknya hari pembalasan.

Ah, betapa sok alim dan sok suci.
Silahkan bila  ada yang berpikir demikian :)

Aku memang bukan manusia suci. Hanya seorang muslimah yang ingin belajar lalu sedikit demi sedikit mengamalkan dien yang dianut sejak lahir.

Sudahlah, toh bukan pendapat manusia yang perlu dirisaukan, sebab manusia mulia seperti Rasulullah Muhammad pun seringkali dicela dan diperlakukan buruk oleh kaumnya.

Melainkan pendapat-Nya, Allah subhanahu wata'ala. Hanya Dia, Rabb semesta alam.

(dhini iffansyah)



Minggu, 03 Agustus 2014

Remember Me ?

Inspired  by Novel Sophie Kinsella


Menguning bersama senja
Terbata-bata memahami rasa
Jiwaku ingin terbang bersama angin
Dan segera manemui jati diriku yang lain.

Kau sempurna pada awalnya
Bak pangeran surga yang menghadiahkan istana
Namun hampa...

Aku menjadi bukan diriku
Memaksakan diri merangkul hidupmu
Berlakon untuk mengesankanmu.

Ya... Kau bilang kau tlah jatuh cinta
Tapi ketika topeng ini terbuka..
Masihkah aku mempesona?

Remember me...?

Ambisi itu memperdayakan ku
Menjadi ular kobra
Bahkan nenek sihir dari neraka
Mengapa aku berjuang untuk terus menggenggamnya?

Remember me...?

Dalam kemapanan dan kekuasaan
Mengapa sahabatku justru berpaling meninggalkan?
Menyisakanku dalam dinginnya kesepian.

Remember me...?

Sungguh, aku tak tahu
Bahkan sudah tak ingat
Haruskah ku percaya pada hatiku
Pada dia dan bukan dirimu.

(dhini iffansyah)

Kamis, 24 Juli 2014

Ujian Ramadhan

Mungkin Allah sengaja memberikan kekalahan yang pahit bagi kita. Agar kelak kita benar-benar dapat mensyukuri kemenangan besar yang telah Allah persiapkan.

Laa Tahzan...

Kemenangan atau kekalahan... Pastikan saja kita berada pada jalan kebenaran. Sebab kekalahan di jalan Allah lebih mulia dibanding kemenangan dalam kezaliman.

Walau selalu saja ada orang yang bangga dengan kemungkarannya... 

Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS. Ibrahim:42)

(dhini iffansyah)



Selasa, 22 Juli 2014

Muhasabah Diri Dipenghujung Ramadhan

Ketika diri ini merasa iri...
Irilah pada mereka yang mulia akhlaknya.
Karena mereka itulah orang-orang yang paling dicintai Allah subhanahu wata'ala.

Ketika diri ini merasa iri...
Irilah pada mereka yang senantiasa mampu bersabar dan mensyukuri ketetapan-Nya.
Karena mereka itulah orang-orang yang sejatinya paling berbahagia.

Ketika diri ini merasa iri...
Irilah pada mereka yang mampu lebih banyak bersedekah.
Karena mereka itulah orang-orang yang memiliki banyak keutamaan fid dunya wal akhirah.

Ketika diri ini merasa iri...
Irilah pada mereka yang lebih berilmu dan baik amalannya.
Karena mereka itulah orang-orang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah azza wa jalla.

Ketika diri ini merasa iri...
Irilah pada mereka yg hafidz Qur'an.
Karena mereka itulah orang-orang istimewa yang kelak mendapat mahkota kehormatan.

Ketika diri ini merasa iri...
Irilah pada mereka yang memiliki Allah dlm hatinya.
Karena sesungguhnya mereka telah memiliki segala-galanya.

(dhini iffansyah)



Minggu, 20 Juli 2014

Mengapa Harus Sedekah

Saudaraku...
Ketahuilah bahwa harta kita yang sesungguhnya bukanlah yang ada dalam genggaman kita. Melainkan yang kita sedekahkan di jalan Allah. Semata ikhlas karena-Nya.

Terlebih lagi Allah berjanji menyuburkan sedekah dengan melipatgandakannya.. serta memberi pahala selama kita bertakwa.

Janganlah tertipu dengan perasaan takut miskin sebab kemiskinan yang sebenarnya kala kita tak mau berbagi. Hingga harta itu datang dan pergi hanya untuk kepentingan pribadi yang bersifat duniawi.

Sungguh, celakalah jiwa yang terbelenggu oleh harta. Kemudian membuat ia lalai dalam urusan agamanya. Harta itu kelak hanya akan memberatkan urusannya di akhirat sana.


Saudaraku...
Bukankah salah satu amal yang tak pernah putus adalah sedekah jariyah? Maka manfaatkanlah harta itu sebagai penolong kita dalam meraih surga terindah.

Namun bila masih saja sulit untuk memberi, ingatlah... segala yang kita miliki saat inipun adalah pemberian.

Maka memberilah dengan pemberian terbaik agar doa-doa kita cukup kuat untuk mengetuk pintu langit. Semoga Allah segera menjawabnya bahkan memberi yang lebih baik.

Ya Robbana jauhkanlah kami dari sifat kikir dan selamatkanlah kami dari azab yang menghinakan.


Siswa SD Al Firdaus menggalang dana untuk disumbangkan kepada anak-anak Palestina 






Rabu, 07 Mei 2014

Raisa

Pusing yang dirasakan Raisa terasa semakin hebat. Badannya pun begitu lemas. Sudah hampir dua pekan sikap ibunya tak berubah padanya. Hari-hari Raisa terasa seperti di penjara... terkurung dalam kondisi yang terus-menerus menekan batinnya.

Dalam siang yang hening... Raisa menegakkan sholat zuhur di kamarnya. Setelah selesai ia pun mengambil mushaf Al-Qur'an dan melanjutkan tilawah seperti yang biasa ia lakukan.

BRRAAKK...

Tiba-tiba ibu masuk ke dalam kamar Raisa. Dia begitu kaget namun hanya terdiam di atas sajadah. Hanya bisa menunggu... apalagi yang akan ibunya lakukan kali ini.

"SUDAH NGAJINYA !" ibu mulai membentak seperti sebelumnya.

Raisa masih diam.. namun beralih duduk ke atas tempat tidur sambil menatap sang ibu.

"PERCUMA KAMU NGAJI KALAU NGELAWAN TERUS SAMA IBU.. KAMU TAHU?! RIDHO ORANGTUA ITU RIDHO ALLAH. KALAU IBU ENGGA RIDHO, BERARTI ALLAH JUGA ENGGA AKAN RIDHO SAMA KAMU" ibu semakin menggebu-gebu bahkan kali ini nafasnya terlihat terengah-engah.

Raisa mencoba tersenyum tipis menghadapi amarah ibunya. Namun ternyata senyuman itu pun ditanggapi secara berbeda..

"DASAR ANAK KURANG AJAR.. DIKASIH TAHU MALAH CENGENGESAN. NGERASA HEBAT YA, NGERASA PINTER ?!"

Ibu mendekati Raisa dan mecoba mendekap mulutnya sampai terhempas di tempat tidur. Raisa mulai merasa ketakutan... dan mendorong ibunya agar menjauh darinya. Namun ibunya seperti tak mau melepaskannya.

"SUDAAH...." Raisa akhirnya berteriak. Ibu tersentak sesaat.

"Ibu keluar aja... Raisa pusing... mau istirahat."

"KAMU YANG KELUAR! INI RUMAHKU!" kata-kata Ibu penuh dengan emosi.

Raisa berusaha mendorong ibunya agar keluar dari kamar, namun ibu justru mencoba menyeretnya ke kamar mandi. Raisa berontak sambil berteriak-teriak dan akhirnya air mata yang sekian lama ia tahan pun mengalir tak terbendung lagi.

"ENGGA,, RAISA ENGGA MAU" Raisa berteriak berusaha melepaskan diri dari cengkraman ibu kandungnya sendiri.

Setelah beberapa saat barulah Raisa bisa melepaskan dirinya dan berlari ke kamar. Raisa langsung mengunci pintu dan bergulat dengan berbagai macam perasaan yang menyelimuti hatinya. Takut, sedih, marah dan kecewa menjadi satu. 

Pada saat itu munculah pikiran Raisa untuk kabur dari rumah. Dia merasa sudah tidak tahan dan ingin lari dari masalah. Segera dia meraih ponsel dan mulai menanyakan ke beberapa sahabatnya yang berdomisili di luar kota, apakah mereka memiliki informasi pekerjaan yang kira-kira cocok untuknya disana.

Raisa bahkan sudah mulai mencari waktu penerbangan yang sesuai agar dia bisa membooking tiket pesawat secepatnya. Dia merasa yakin bahwa keputusan itu yang terbaik bagi ibu juga dirinya. Namun kemudian...

"Tok..tok..tok...." suara pintu diketuk perlahan dari luar kamar Raisa.

Raisa tak menghiraukan, karena dia tahu bahwa ibunya lah yang ada dibalik pintu itu.

"Tok..tok..tok...." pintu masih terus diketuk

"Nak... buka pintunya... Semua pasti ada hikmahnya." Ibu mencoba membujuk Raisa.

Raisa akhirnya bangkit dan membukakan pintu walau hanya sedikit. Dia masih tak ingin ibunya masuk ke kamarnya lagi.

"Ada apa bu?" Tanya Raisa

"Ini... ibu bawakan air" Ibu menyodorkan segelas air putih dari balik celah pintu yang dibukakan putrinya.

Raisa hanya mengambil dan menaruhnya diatas lemari. Dia tak ingin minum apapun saat itu.

Ibunya pun kembali berceloteh kesana-kemari, mengucapkan kalimat demi kalimat yang tidak saling berkaitan. Seperti ingin menjelaskan sesuatu yang tak pernah bisa dijelaskan.

"Cukup bu..." Raisa merasa semakin lelah dengan keadaan yang dihadapinya.

Ibunya pun diam dan berlalu. Raisa kembali mengunci kamarnya.

Hari semakin sore, Raisa memutuskan keluar kamar dan membersihkan dirinya untuk persiapan sholat ashar.
Ketika kembali ke kamar, Raisa sudah menemukan satu cup es krim coklat di atas lemarinya, ditaruh tepat disamping segelas air putih yang sebelumnya juga dibawakan oleh ibu.

Raisa tertegun. Dia tahu bahwa ibu sedang mencoba berdamai dengannya. Es krim itu seperti simbol kata "Maaf" yang tulus. Mungkin ibu sudah menyerah berkata-kata... karena kata-kata justru membuat keadaan mereka semakin rumit.

Raisa pun mulai ragu dengan keputusannya meninggalkan rumah. Bagaimanapun dia tahu bahwa ibu sangat menyayanginya. Terlebih kondisi *bipolar yang dialami ibu, membuat ibu sangat membutuhkan Raisa. Namun Raisa sungguh khawatir akan terus terluka bila terus bertahan disisi ibunya.

(dhini iffansyah)


*Bipolar disorder adalah jenis penyakit psikologi, ditandai dengan perubahan mood (alam perasaan) yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan mania. Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang ekstrim. http://id.wikipedia.org/wiki/Gangguan_bipolar

Selasa, 22 April 2014

Tanda Tanya

Tanpa ide... aku hanya ingin menumpahkan sedikit perasaanku... entah perasaan yang mana.

Mengapa sulit sekali menerima realita bahwa tidak ada kesempurnaan yang mungkin kita dapatkan di dunia?

Kehidupan yang katanya menyakitkan ini... tetap saja harus terus dijalani.

Masa-masa yang sungguh membahagiakan pun... suatu saat juga akan diakhiri.

Mengutuk takdir yang dirasa begitu kejam... akankah bisa mengubah kenyataan?

Mengungkit luka justru membuat hati semakin terasa sempit... selalu memposisikan diri menjadi korban... tidak berdaya dan akhirnya menyalahkan semua orang... kecuali dirinya sendiri.

Hah... benarkah??

Benarkah bahwa orang-orang itu yang bersalah atas kondisi menyedihkan ini....

Tak cukup sekali, namun sudah berulang-ulang kali. Bahkan puluhan tahun ! Luka itu terus dibawa. Mau sampai kapan?

Cerita indah seolah tak ada arti... semua tergerus oleh kepahitan yang dibumbui sana-sini.

Saya sudah mengalami ini... sudah merasakan itu... sudah diperlakukan tidak adil... dizalimi... dihina... ditindas... dan sebagainya-sebagainya...

Sekali lagi... benarkah???

Benarkah hanya itu yang dirasakan disepanjang kehidupan...... hanya penderitaan dan penderitaan.

Bukankah Tuhan Maha Adil...? selalu mempergilirkan kesusahan dan kelapangan, kesedihan dan kebahagiaan. Sebagai salah satu ujian... siapa diantara kita yang paling tinggi imannya dan terbaik pula akhlaknya.

Mengapa hanya kisah sedih itu saja yang terus diingat?

Kemana perginya semua kenangan manis itu???

Terbuang... disingkirkan ke sisi gelap hingga tak lagi tampak.

Coba lihat kedalam diri... dan jujurlah.

Mengapa membiarkan diri tenggelam dalam lumpur derita... kemudian berupaya menarik orang lain kedalamnya...?

Untuk apa???

Apa lantas ketenangan jiwa dan bahagia bisa ditemukan disana?

Terlalu bodoh untuk mempercayainya...

Terus mempersalahkan karena merasa tak bahagia... lalu apa yang sudah dilakukan untuk benar-benar bisa meraihnya?

Mempertanyakan... mengapa orang-orang tak bisa mengerti... tak mau memahami...?

Padahal... diri pun tak tau apa yang sebenanya diingini.

Kecewa? Sakit hati?

Bagaimana dengan orang-orang yang menjadi korban pelampiasan kecewa dan sakit hati itu?

Apakah mereka tidak merasakan hal serupa?

Atau mungkin diri mengira... bahwa mereka juga pantas mendapatkannya.

Sudah sewajarnya... sudah selayaknya... begitukah?

Saya terluka... dan merekapun harus merasakannya.

Sungguh kasihan........

Benarlah diri tak bahagia... bukan karena derita... tapi hati yang telah berhenti untuk peka.

(dhini iffansyah)


Senin, 21 April 2014

Gelas Kristal Retak


Entah sejak kapan. Namun seingatku, sejak ku berusia 4 tahun... gelas kristal itu memang sudah retak.

Bagaimanapun retaknya, gelas itu tetaplah berharga. Selalu dijaga dengan baik agar retak itu tak lantas membuatnya pecah.

Dan selayaknya gelas-gelas yang lain... selama ini gelas kristal ini pun tetap digunakan untuk menampung air. Tapi hanya untuk air dengan takaran yang sedikit dengan suhu normal.

Jangan memaksa gelas kristal itu menampung air yang lebih banyak terlebih dengan suhu ekstrim. Karena air itu akan kembali merembes dari celah-celah retak sebelumnya bahkan menambah lagi retak disisi lainnya.

Akibatnya, gelas kristal itu pun semakin retak...

Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan?

Menyimpannya di dalam lemari?
Tapi dengan begitu, gelas kristal akan kehilangan fungsinya sama sekali.

Atau terus menggunakannya dengan sangat berhati-hati?
Sebab sedikit kesalahan mampu membuat gelas kristal itu menjadi pecahan beling tak berarti.


(dhini iffansyah)

Selasa, 15 April 2014

Manusia Biasa

Aku hanya manusia biasa...

Meski dengan gelar sarjana psikologi...

bukan suatu jaminan aku selalu dapat memahami... selalu sabar dan memaklumi... atau selalu bisa mengontrol ego pribadi...

Bukan jaminan pula aku tak akan merasa stress dan kecewa... tidak sedih maupun terluka... atau selalu bisa mengatakan bahwa semua baik-baik saja...


Karena sekali lagi... aku hanya manusia biasa.


Pada kenyataannya memang demikian... walau ku berusaha sebaik mungkin menuju kesempurnaan... tapi aku tidak akan pernah menjadi sempurna.


Aku hanya bisa berbenah diri... bukan berubah menjadi malaikat suci.


(dhini iffansyah)



Jumat, 11 April 2014

Catatan Anak Negeri

Ayo Bersama Kobarkan Semangat Indonesia !
Para pejuang tidak MENUNGGU keajaiban datang.... mereka BERJUANG membuat keajaiban dalam perubahan yang tak henti diperjuangkan.

Para pejuang tidak mengharap impian besar itu suatu saat akan DIHADIAHKAN... mereka BERGERAK melakukan kewajiban ber-amar ma'ruf nahi munkar demi mencapai hak yang telah dijanjikan.

Bagaimana mungkin negeri ini bisa menyongsong masa depan yang lebih baik...?

Bila orang-orang baik MENOLAK untuk masuk dalam pemerintahannya... bahkan untuk sekedar berpartisipasi memilih pemimpin yang terbaik saja masih ada yang ogah-ogahan bahkan mengharamkan.

Masuk dalam logika yang mana?

Ketika kita MEMBIARKAN pemerintahan diisi dengan orang-orang yang tidak baik kemudian kita MENUNTUT undang-undang/ peraturan/ kebijakan yang baik dan mengharapkan kondisi ekonomi-politik-sosial-budaya-pertahanan-keamanan-pendidikan-kesehatan-hukum yang baik.

Tengoklah sejarah negeri ini kawan... kemerdekaan Indonesia bukanlah HADIAH dari para penjajah. Melainkan hasil JERIH PAYAH pengorbanan para pejuang.

Lantas, dimana jerih payah kita sebagai generasi penerusnya?

Jangan hanya bisa MENGHUJAT PEMERINTAHAN yang dianggap bobrok dan gagal. Bukankah itu terjadi karena kita yang MEMBIARKAN orang-orang itu memimpin negeri ini, sementara kita hanya duduk dan BERHARAP KEBAIKAN tanpa mau bersusah payah MEMPERJUANGKAN KEBAIKAN.


(dhini iffansyah)



Sabtu, 22 Maret 2014

Renungan Aktivis Dakwah

Seringkali kita terjebak oleh pikiran dan perasaan kita sendiri. Merasa telah banyak memberi dan berkorban besar untuk dakwah ini. Padahal apa yang telah diberikan hanyalah "pengorbanan ecek-ecek" bila dibandingkan dengan yang telah dilakukan oleh saudara-saudari kita, para pendahulu kita, para ulama, para sahabat, terlebih para nabi dan rasul.

Tak merasa malukah kita? terus-menerus mengeluh, merengek, dan mengumbar ketidakberdayaan. Seolah Allah tak sanggup lagi membantu dan memenangkan dakwah ini.


Tak merasa risihkah kita? sekian lama kufur dengan nikmat begitu besar yang telah Allah berikan. Nikmat yang sampai kapanpun tak akan pernah sanggup kita menghitungnya. Benar-benar tak sebanding dengan kontribusi kita untuk menengakkan agamaNya.


Sakit yang kita rasakan di jalan dakwah bukanlah hal yang patut kita sesali, justru harus kita syukuri, karena Allah telah menghindarkan kita dari berbagai penyakit dunia yang menjangkiti kaum kafir dan munafik.


Sudah lupakah kita dengan kisah Bilal bin Rabah yang disiksa dengan siksaan begitu pedih. Namun ia tetap teguh mengatakan "Ahadun Ahad !!!"


Begitu pula yang terjadi dengan Asiyah binti Muzahim, yang menukar harta dan tahta dunia demi mempertahankan keimanannya. Dan lihatlah, Asiyah justru tertawa ketika berada dalam siksaan keji suaminya, Firaun.


Inilah kisah yang menekankan bahwa siapapun kita, laki-laki atau perempuan, budak atau kalangan bangsawan, memiliki kesempatan dan kewajiban yang sama untuk beriman dengan sebenar-benar iman. Bukan hanya dilisan tanpa adanya pembuktian.

Keimanan yang tertancap kokoh, bahwa rasa sakit dan penderitaan itu bukanlah apa-apa. Keimanan bahwa Allah tak akan pernah menyia-nyiakan mereka. Dan pengorbanan itu kelak akan dibalas dengan sebaik-baik pembalasan, berkali lipat dari yang mereka harapkan.


Demi Dzat, yang jiwaku ada ditanganNya.
Sungguh, bila kita tidak disibukan oleh kebaikan, maka kita pasti akan disibukan oleh selain kebaikan.
Bila kita tidak bergabung dalam barisan dakwah, maka kita pasti akan bergabung dalam barisan selainnya.
Bila kita tidak mengejar akhirat, maka kita pasti akan terlena oleh urusan dunia.
Padahal kita tahu, bukan untuk itu tujuan manusia dicipta.

wallahu a'lam bishowab... semoga bermanfaat.


(dhini iffansyah)


Sabtu, 25 Januari 2014

Kamu

Seperti malam yang tenang menentramkan...
Seperti rembulan yang penuh kelembutan...
Seperti gemintang yang menabur kebahagiaan...
Seperti fajar yang menjanjikan harapan...
Seperti embun yang menambah kesejukan...
Seperti mentari yang berbagi kehangatan...
Seperti air yang menjadi sumber kehidupan...
Seperti udara yang senantiasa dibutuhkan...
Seperti angin yang membawa kesegaran...
Seperti awan yang memberi keteduhan...
Seperti hujan yang menurunkan keberkahan...
Seperti pelangi yang melukiskan keindahan...
Dan seperti senja yang menuntunku menutup hari dengan kedamaian...

Seperti itulah kamu...
Ada disepanjang hidupku...
Wahai kekasih dunia akhiratku.

(dhini iffansyah)

Jumat, 17 Januari 2014

Cerita Dibalik Banjir Banjarbaru

Pertama kalinya selama saya tinggal di kota ini semenjak tahun 1999... Banjarbaru pun ternyata tak luput dari musibah Banjir. Bencana ini cepat datang dan cepat berlalu... namun ada 1 kisah yang ingin saya bagikan pada sahabat semua. Semoga menginspirasi... 

***
Kamis, 9 Januari 2014

Pagi itu sebagian kota terendam banjir. Hujan lebat yang mengguyur dari tengah malam telah membuat suasana kota jauh berbeda. Berbagai aktivitas warga pun secara otomatis menjadi terhambat.



Segera handphone para aktivis lembaga dakwah di Banjarbaru berdering, tanda ada sebuah SMS masuk, isinya adalah taklimat (himbauan) untuk segera turun membantu para korban banjir dilokasi yang terbilang parah.

Bantuan berupa makanan dan pakaian pun segera disalurkan. Tidak hanya dari kalangan ikhwan (laki-laki) tapi juga dari kalangan akhawat (perempuan) pun ikut serta terjun ke lokasi banjir yang di informasikan.

Belum tampak bantuan dari lembaga/institusi lain disana...
Hanya ada ikhwan dan akhawat aktivis dakwah, masya Allah...

Sampai ada warga yang mengatakan pada salah seorang ukhti (saudari saya) bahwa sekarang ia tidak memiliki alas kaki lagi karena hanyut terbawa banjir.

Seketika itu juga ukhti itu melepaskan sepasang sandal yang ia kenakan dan memberikannya kepada warga tadi. Alhasil dia sibuk kesana-kemari hanya dengan mengenakan kaos kaki.

Akhawat pun terheran-heran dan bertanya tentang keberadaan sandalnya... dengan santai ukhti itu pun menjawab, "Tadi sudah dikasihkan ke warga yang engga punya sandal."

Yaa Rabb,,,,

Itu memang hanya sepasang sandal.....
Tapi saksikanlah bagaimana dalam kondisi sulit waktu itu betapa alas kaki yang layak juga ia butuhkan. Semua seolah tak lagi ia hiraukan demi menyambut kesempatan untuk beramal.

Kesungguhannya dalam membantu mengingatkan kami semua......

JEMPUTLAH PELUANG KEBAIKAN ITU DENGAN RIANG GEMBIRA, BUKAN DENGAN KELUH KESAH.

Karena Allah lah yang menyuruh kita untuk beramar ma'ruf nahi munkar..... maka sudah pasti Allah pula yang akan menolong dan meneguhkan kedudukan kita. Insyaa Allah. 


(dhini iffansyah)






Sabtu, 11 Januari 2014

Selamat Malam





Biarkan malam ini mendekapmu dengan keramahannya...

Mengantarmu ke dalam dunia mimpi bercahaya...

Sandarkan semua kepenatan hatimu padanya...


Hingga fajar menyambutmu dengan senyuman mempesona.

(dhini iffansyah)