Bismillahirrohmanirrohim.....
“Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati
supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-‘Ashr : 1-3).
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu”. (At-Tahrim : 6)
Tulisan ini dibuat inshaallah berdasarkan niat karena Allah SWT... tidaklah
seorang hamba mengharapkan balasan melainkan mengaharap ridho dari Rabb
Semesta Alam. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita
semua. aamiin.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat”. (Al-Fatihah : 6-7)
Saudariku yang
dicintai Allah SWT....ketahuilah bahwa silaturahim bukanlah murni adat
istiadat, namun ia merupakan bagian dari syariat. Silaturahim termasuk
akhlak yang mulia. Dianjurkan & diseru oleh Islam.
Sebagaimana Allah SWT memerintahkan berbuat baik pada kaum kerabat,
“وَاعْبُدُواْ
اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً
وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي
الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ
السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن
كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً”.
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Serta berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh,
teman, musafir dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sungguh Allah tidak
menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”. (QS. An-Nisa’ : 36)
Rasulullah SAW pun menerangkan bahwa silaturahim merupakan pertanda keimanan seorang hamba kepada Allah dan hari akhir,
“مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَه”
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturahim”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Beliau juga menjanjikan bahwa di antara buah dari silaturrahim adalah keluasan rizki dan umur yang panjang,
“مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ”.
“Barang siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia bersilaturrahim”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)
Orang
yang tidak menjaga tali persaudaraan dia terancam dengan hukuman di
dunia maupun di akhirat. Di antara kerugian duniawi yang akan menimpa
pemutus tali silaturrahim: dia akan terputus dari kasih sayang Allah, sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi,
“مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ”.
“Barang
siapa menyambungmu (silaturahim) maka Aku akan bersambung dengannya,
dan barang siapa memutusmu (silaturahim); maka Aku akan memutuskan
(hubungan)Ku dengannya”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Allah SWT juga memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara firmanNya:
Maka
apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka
bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang
yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya
penglihatan mereka.” (QS Muhammad : 22-23).
Memutus tali silaturrahmi adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam agama Islam, Allah berfirman:
"Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (Q.S An-Nisaa' : 1)
Ganjaran di akhirat bagi pemutus tali silaturrahim lebih mengerikan lagi! Terhalang untuk masuk surga! Na’udzubillahi min dzalik…
Dari Jubair bin Muth’im bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ”.
“Tidak akan masuk surga pemutus (silaturrahim)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih jauh Rasulullah SAW menjelaskan,
“لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا”.
“Penyambung
silaturrahmi (yang hakiki) bukanlah orang yang menyambung hubungan
dengan kerabat manakala mereka menyambungnya. Namun penyambung hakiki
adalah orang yang jika hubungan kerabatnya diputus maka ia akan
menyambungnya”. (HR. Bukhari dari Abdullah bin ‘Amr)
Membumikan
sabda Nabi Muhammad SAW tersebut di atas dalam kehidupan sehari-hari
kita, tentunya bukan suatu hal yang ringan, sebab kita harus
mengorbankan perasaan. Bagaimana tidak, sedangkan kita tertuntut untuk
berbuat baik terhadap orang yang menyakiti kita, tersenyum pada orang
yang cemberut pada kita, memuji orang yang mencela kita, memberi orang
yang enggan memberi kita, dan sifat-sifat mulia berat lainnya. Karena
itulah ganjaran yang dijanjikan Allah pun besar. Abu Hurairah
bercerita,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: “يَا رَسُولَ اللَّهِ،
إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ
وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ!”.
فَقَالَ: “لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ
وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى
ذَلِكَ”
Pernah ada seseorang yang mengadu kepada Rasulullah SAW,
“Wahai Rasul, saya memiliki kerabat yang berusaha untuk kusambung
namun mereka memutus (hubungan dengan)ku, aku berusaha berbuat baik
padanya namun mereka menyakitiku, aku mengasihi mereka namun mereka
berbuat jahat padaku!”.
“Andaikan kenyataannya sebagaimana yang kau katakan, maka sejatinya engkau bagaikan sedang memberinya makan abu panas . Dan selama sikapmu seperti itu; niscaya engkau akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah dalam menghadapi mereka”. (HR. Muslim)
Dalam
kehidupan interaksi sesama kerabat, timbulnya gesekan dan riak-riak
kecil antar anggota keluarga merupakan suatu hal yang amat wajar. Sebab
manusia merupakan sosok yang tidak lepas dari salah dan alpa. Namun
fenomena itu akan berubah menjadi tidak wajar manakala luka yang muncul
akibat kekeliruan tersebut tetap dipelihara dan tidak segera diobati
dengan saling memaafkan.
Betapa banyak keluarga besar yang
terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk memaafkan
kesalahan-kesalahan. Padahal karakter pemaaf merupakan salah satu sifat
mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.
Allah SWT berfirman,
“خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ”.
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil”. (QS. Al-A’raf : 199)
Memberi maaf atas kesalahan orang lain adalah salah satu ciri orang bertaqwa,
"Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan." (QS.Ali Imran : 133-134)
Saudara-saudariku yang dirahmati Allah SWT....
Tidaklah
kehidupan ini melainkan hanya sesaat saja, tidak pula segala yang kita
kerjakan melainkan kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya.
Sungguh
semua yang ada di hati maupun yang tampak, tidak ada satupun yang luput
dari-Nya. Allah menciptakan cobaan semata-mata untuk menguji kita,
siapakah hamba yang lebih baik amalnya, yang mengutamakan Allah diatas
diri dan kehidupan dunia.
Mohon maaf bila tulisan ini kurang berkenan di hati saudariku...
Saya
memang bukan seorang alim ulama atau ustadzah yang mulia, saya juga
manusia biasa yang tidak terjaga dosa. Tapi satu hal... saya mencintai
keluarga saya... saya mencintai saudara-saudari saya. Saya ingin bisa
bersama kalian lebih lama daripada batas kehidupan dunia. Saya ingin
bisa menjumpai kalian di surga firdaus-Nya.
Lebih baik saya dibenci karena menyampaikan kebenaran daripada saya dicintai karena membiarkan kekhilafan.
“Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati
supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-‘Ashr : 1-3).