Kamis, 23 Februari 2012

Kondensasi Kehidupan



Ketika kebahagiaan itu sempat pupus menguap karena teriknya cobaan…
Disaat itulah iman akan mengubahnya menjadi titik-titik kesabaran yang kemudian membentuk awan harapan.
Dengan hembusan ikhtiar dan doa yang tak henti…
kelak awan harapan itu akan menurunkan hujan hikmah yang menyuburkan ladang syukur dihati.
Hingga setelah hujan itu pun reda kita masih bisa menikmati indahnya pelangi pahala,
sebagai karunia dari Sang Pencipta.

Indahnya menjadi seorang muslim.... :)

“Tidakkah telah Kami lapangkan dadamu untukmu? Dan Kami lepaskan bebanmu daripadamu, yang memberatkan punggungmu. Dan Kami meninggikan bagimu sebutan (nama)mu. Sebab sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (urusan dunia), maka bersungguh-sungguhlah (dalam ibadah), dan hanya kepada Tuhanmu lah berharap.”   (Al-Insyirah: 1-8)

(dhini iffansyah)

3 Putra dari Seorang Bapak yang akan Menghadapi Kematian


“Maaf pak,, saat ini kanker telah menyebar ke seluruh tubuh bapak. Kanker paru yang bapak derita adalah kanker paru karsinoma sel kecil yang tumbuh dan berkembang cepat.” dr. David menjelaskan dengan hati-hati, berusaha agar pasien dihadapannya tidak terlalu shock dengan apa yang ia sampaikan.

Laki-laki setengah baya yang ada dihadapannya adalah mantan perokok berat. Akhir-akhir ini ia mengeluh mengalami nyeri dada dan memutuskan untuk memeriksakannya.

dr.David kemudian menjelaskan lebih jauh, “Karsinoma sel kecil memang seringkali ditemukan terlambat sehingga penyembuhan secara medis sudah tidak mungkin lagi. Kelangsungan hidup bapak saya perkirakan berkisar 8 hingga 9 bulan lagi.”

Mendengar vonis dokter mengenai usianya yang tak lama lagi, bapak itu pun terdiam pasrah. Ia memutuskan untuk segera pulang dan memberitahukan hal tersebut kepada ketiga putranya.
Putra pertama bernama Harben, ia adalah putra kesayangan si bapak. Oleh karena itulah bapak itu memutuskan untuk memberitahu putra sulungnya terlebih dahulu.

“Wahai Harben anakku…kemarilah” si bapak memanggil anaknya dengan penuh kasih sayang.


“Ya ayah?” Harben pun berjalan menghampiri ayahnya.

“Sesungguhnya aku baru memeriksakan kesehatan ku, dan dokter berkata bahwa usiaku tidak akan lama lagi. Mau kah kau memenuhi satu permintaan terakhirku?” si bapak menatap anaknya dengan penuh harap.

“Apa itu ayah?” Harben setengah penasaran


“Selepas kepergianku, bersediakah kau untuk selalu menemaniku di pemakaman ku nanti?

Harben kaget dengan apa yang telah disampaikan oleh ayahnya dan berkata, “Mana mungkin aku bisa melakukan itu ayah ! aku tidak bisa menemanimu di pemakaman !”

Harben pun pergi meninggalkan ayahnya yang bersedih karena ternyata anak kesayangannya menolak permintaannya.

Kemudian si bapak teringat dengan putra keduanya yang bernama Jake. Selama ini Jake selalu menjadi anak kebanggaannya

“Wahai Jake anakku…kemarilah” dengan lemah lembut si bapak memanggil anaknya.

“Ada apa yah?” dengan sedikit enggan ia memenuhi panggilan ayahnya.

“Sesungguhnya aku baru memeriksakan kesehatan ku, dan dokter berkata bahwa usiaku tidak akan lama lagi. Mau kah kau memenuhi satu permintaan terakhirku?” si bapak mulai menumbuhkan harapan baru pada putra keduanya.

“Apa itu?” tanya Jake dengan sedikit ketus

“Selepas kepergianku, bersediakah kau untuk selalu menemaniku di pemakaman ku nanti?

Jake marah dengan apa yang telah disampaikan oleh ayahnya kemudian membentak , “Ayah gila ! aku tidak mau menemanimu di pemakaman !”


Jake segera meninggalkan ayahnya yang semakin bersedih karena ternyata anak kebanggaannya pun telah menolak permintaannya.

Dalam keadaan putus asa, si bapak teringat dengan anak bungsunya yang bernama Amsol. Dari ketiga putranya, Amsol adalah anak yang selama ini kurang mendapatkan perhatian bahkan kadang diabaikan olehnya. Si bapak merasa pesimis namun akhirnya ia memanggil anak bungsunya itu.

“Wahai Amsol anakku…kemarilah” dengan perasaan ragu si bapak memanggil anaknya.

“Iya ayah…ada apa?” dengan segera ia mendekati ayahnya

“Sesungguhnya aku baru memeriksakan kesehatan ku, dan dokter berkata bahwa usiaku tidak akan lama lagi. Mau kah kau memenuhi satu permintaan terakhirku?” si bapak merasa bahwa ia sudah tak memiliki harapan. Bagaimana mungkin anak yang selama ini sering ia sia-siakan mau memenuhi permintaannya….

“Tentu ayah, apa itu?” Amsol bertanya dengan sungguh-sungguh

“Selepas kepergianku, bersediakah kau untuk selalu menemaniku di pemakaman ku nanti?

Amsol tersenyum mendengar permintaan ayahnya dan dengan mantap berkata “Tentu saja ayah, aku akan selalu menemanimu disana.”

Bapak itu pun sangat terharu dengan jawaban anak bungsunya. Ia tak menyangka bahwa Amsol lah yang akan bersedia memenuhi permintaan terakhirnya.

Semenjak kejadian itu, si bapak mencurahkan sisa hidupnya untuk memperhatikan Amsol. Hingga malaikat maut menjemputnya…..

Dari cerita ini…. Putra kesayangan si bapak yang bernama “Harben” adalah “Harta Benda”, kemudian putra kebanggaannya yang bernama “Jake” adalah “Jabatan & Kedudukan”, sedangkan anaknya yang terakhir bernama “Amsol” adalah “Amal Soleh”.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Munafiqun: 9).

Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Mayit itu diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan akan tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”. (HR.Bukhari dan Muslim)

Selasa, 21 Februari 2012

Hidup Tanpa Paksaan


Allah memberi kebebasan bagi hamba-Nya untuk beriman dan bertakwa atau malah sebaliknya.

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 256)

Rasulullah saw pun diutus hanya sebatas memberi peringatan tanpa kuasa menentukan hidayah kepada manusia.

Katakanlah : "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan". (Al-Anbiya:45) 

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al-Qashash: 56).

Kita semua boleh memilih sesuka hati, jalan mana yang akan kita tempuh… dan setiap perjalanan pasti akan menemukan titik akhir.

“Setiap nafs (yang berjiwa) akan menghadapi kematian.”  (Ali Imran: 185).

Pertanyaannya, akhir yang bagaimanakah yang akan kita terima?

"Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan 
 Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan." (Az-Zumar:70)

Sebagaimana Allah bebas membiarkan kita beriman atau berbuat kemungkaran, Dia juga bebas membuka pintu surga atau melempar kita ke jurang neraka.

Dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya". Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. (Az-Zumar:72)

Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabbnya dibawa ke surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahtera (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya" (Az-Zumar:73)

Sebagaimana Rasulullah tidak pernah memaksa agar kita mengikuti dan mengamalkan sunnahnya, beliau juga berhak memberi syafa’at atau mencampakan kita di akhirat kelak.

“Setiap Nabi alaihis salam memiliki doa yang mustajab, maka setiap nabi telah menggunakan doa tersebut. Dan aku menyimpannya sebagai syafa’at bagi ummatku, kelak di hari kiamat. Maka, syafa’at tersebut Insya Allah akan didapati oleh setiap orang dari umatku yang wafat dalam keadaan tidak menyekutukan Allah ta’ala dengan suatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Betapa nistanya nasib seorang hamba yang tak dihiraukan oleh Allah dan Rasulullah di hari pembalasan…..
Sepadan dengan sikapnya ketika semasa hidup di dunia yang enggan menghiraukan perintah & larangan Allah serta anjuran & peringatan dari Rasulullah.

"Maka Allah merasakan kepada mereka kehinaan pada kehidupan dunia. Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui." (QS. Az-Zumar:26)

Namun semua belum terlambat bila saat ini ingin memperbaikinya

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar:53)

Pada akhirnya kita sendiri yang menentukan akhir kehidupan ini. Ingatlah bahwa balasan itu akan sesuai dengan yang telah diusahakan.
"Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al-A’raf : 8)

"Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami." (Al-A’raf : 9)

Senin, 20 Februari 2012

Makna Silaturahim


Bismillahirrohmanirrohim.....

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran”   (QS. Al-‘Ashr : 1-3).

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu”.  (At-Tahrim : 6)


Tulisan ini dibuat inshaallah berdasarkan niat karena Allah SWT... tidaklah seorang hamba mengharapkan balasan melainkan mengaharap ridho dari Rabb Semesta Alam. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita semua. aamiin.

“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. (Al-Fatihah : 6-7)

Saudariku yang dicintai Allah SWT....ketahuilah bahwa silaturahim bukanlah murni adat istiadat, namun ia merupakan bagian dari syariat. Silaturahim termasuk akhlak yang mulia. Dianjurkan & diseru oleh Islam.

Sebagaimana Allah SWT memerintahkan berbuat baik pada kaum kerabat,

“وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً”.

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Serta berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman, musafir dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”.  (QS. An-Nisa’ : 36)

Rasulullah SAW pun  menerangkan bahwa silaturahim merupakan pertanda keimanan seorang hamba kepada Allah dan hari akhir,

“مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَه”

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturahim”.  (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

Beliau juga menjanjikan bahwa di antara buah dari silaturrahim adalah keluasan rizki dan umur yang panjang,

“مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ”.

“Barang siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia bersilaturrahim”.  (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)

Orang yang tidak menjaga tali persaudaraan dia terancam dengan hukuman di dunia maupun di akhirat. Di antara kerugian duniawi yang akan menimpa pemutus tali silaturrahim: dia akan terputus dari kasih sayang Allah, sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi,

“مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ”.

“Barang siapa menyambungmu (silaturahim) maka Aku akan bersambung dengannya, dan barang siapa memutusmu (silaturahim); maka Aku akan memutuskan (hubungan)Ku dengannya”.  (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

Allah SWT juga  memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara firmanNya:

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.”  (QS Muhammad : 22-23).

Memutus tali silaturrahmi adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam agama Islam, Allah berfirman:

"Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."  (Q.S An-Nisaa' : 1)


Ganjaran di akhirat bagi pemutus tali silaturrahim lebih mengerikan lagi! Terhalang untuk masuk surga! Na’udzubillahi min dzalik…

Dari Jubair bin Muth’im bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ”.

“Tidak akan masuk surga pemutus (silaturrahim)”.  (HR. Bukhari dan Muslim)

Lebih jauh Rasulullah SAW menjelaskan,

“لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا”.

“Penyambung silaturrahmi (yang hakiki) bukanlah orang yang menyambung hubungan dengan kerabat manakala mereka menyambungnya. Namun penyambung hakiki adalah orang yang jika hubungan kerabatnya diputus maka ia akan menyambungnya”.  (HR. Bukhari dari Abdullah bin ‘Amr)

Membumikan sabda Nabi Muhammad SAW  tersebut di atas dalam kehidupan sehari-hari kita, tentunya bukan suatu hal yang ringan, sebab kita harus mengorbankan perasaan. Bagaimana tidak, sedangkan kita tertuntut untuk berbuat baik terhadap orang yang menyakiti kita, tersenyum pada orang yang cemberut pada kita, memuji orang yang mencela kita, memberi orang yang enggan memberi kita, dan sifat-sifat mulia berat lainnya. Karena itulah ganjaran yang dijanjikan Allah pun besar. Abu Hurairah bercerita,

أَنَّ رَجُلًا قَالَ: “يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ!”. فَقَالَ: “لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ”

Pernah ada seseorang yang mengadu kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasul, saya memiliki kerabat yang berusaha untuk kusambung namun mereka memutus (hubungan dengan)ku, aku berusaha berbuat baik padanya namun mereka menyakitiku, aku mengasihi mereka namun mereka berbuat jahat padaku!”.
“Andaikan kenyataannya sebagaimana yang kau katakan, maka sejatinya engkau bagaikan sedang memberinya makan abu panas . Dan selama sikapmu seperti itu; niscaya engkau akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah dalam menghadapi mereka”.  (HR. Muslim)

Dalam kehidupan interaksi sesama kerabat, timbulnya gesekan dan riak-riak kecil antar anggota keluarga merupakan suatu hal yang amat wajar. Sebab manusia merupakan sosok yang tidak lepas dari salah dan alpa. Namun fenomena itu akan berubah menjadi tidak wajar manakala luka yang muncul akibat kekeliruan tersebut tetap dipelihara dan tidak segera diobati dengan saling memaafkan.

Betapa banyak keluarga besar yang terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk memaafkan kesalahan-kesalahan. Padahal karakter pemaaf merupakan salah satu sifat mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.
Allah SWT  berfirman,

“خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ”.

Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil”.  (QS. Al-A’raf : 199)

Memberi maaf atas kesalahan orang lain adalah salah satu ciri orang bertaqwa,

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS.Ali Imran : 133-134)

Saudara-saudariku yang dirahmati Allah SWT....
Tidaklah kehidupan ini melainkan hanya sesaat saja, tidak pula segala yang kita kerjakan melainkan kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya.
Sungguh semua yang ada di hati maupun yang tampak, tidak ada satupun yang luput dari-Nya. Allah menciptakan cobaan semata-mata untuk menguji kita, siapakah hamba yang lebih baik amalnya, yang mengutamakan Allah diatas diri dan kehidupan dunia.

Mohon maaf bila tulisan ini kurang berkenan di hati saudariku...
Saya memang bukan seorang alim ulama atau ustadzah yang mulia, saya juga manusia biasa yang tidak terjaga dosa. Tapi satu hal... saya mencintai keluarga saya... saya mencintai saudara-saudari saya. Saya ingin bisa bersama kalian lebih lama daripada batas kehidupan dunia. Saya ingin bisa menjumpai kalian di surga firdaus-Nya.
Lebih baik saya dibenci karena menyampaikan kebenaran daripada saya dicintai karena membiarkan kekhilafan.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran”   (QS. Al-‘Ashr : 1-3).