Rabu, 28 Agustus 2013

Renungan Perjalanan

Sebelum aku terlahir ke dunia...
Allah sudah mempersiapkan segalanya untukku
Segala yang terbaik...
Walau tak semua bisa langsung dengan mudah ku pahami

Aku ingin lebih bersyukur...

Aku ingin lebih bahagia dengan takdirku
Jalan itu terkadang membuatku bingung...
Aku takut lalai dan tersesat

Karenanya teruslah bimbing aku ke jalan kebaikan...

Kebaikan yang tak hanya bisa dirasa sekejap
Kebaikan yang kelak masih bisa kupetik di akhirat

Aku tahu bahwa kesedihan itu masih tertinggal...

Aku sadar bahwa penyesalan itu selalu membayang
Tapi air mata ini karena aku terharu akan caraMu menghiburku...
Terimakasih yaa Rabbi, Engkau sangat memahamiku

(dhini iffansyah)

Sabtu, 10 Agustus 2013

Mengapa aku begitu merindukan tempat itu?


Masjid AR.Fachruddin UMM
Mengapa aku begitu merindukan tempat itu?

Malang… kota yang pada awalnya tak pernah ku bayangkan akan menjadi begitu penting bagiku.
Tempat itu menjadi saksi metamorfosis yang kualami. Barangkali begitu drastis, namun aku sungguh mensyukuri.

Kalau ku lihat diriku yang dulu, sungguh malu rasanya, pada diri sendiri dan terlebih lagi pada-Nya. Pola pemikiran, penampilan, kepribadian hingga orientasi tujuan, semuanya jauh dari islam dan iman. Aku hanya bisa mengatakan, perubahan ini adalah kekuasaan Tuhan.

Tentunya, hidayah ini tak serta merta terjadi. Semua butuh proses, di proses itulah Allah melibatkan lisan dan tangan mereka untuk membimbingku kepada kebaikan.

Dimulai dari seorang saudari, yang untuk pertama kalinya mengenalkanku pada lingkaran ini. Ia pula yang memahamkan padaku tentang makna ukhuwah islamiyah. Aku sungguh terpesona padanya, cantik luar dalam. Barangkali itu adalah kesan yang bisa ditangkap oleh semua orang. Yaa Allah, aku ingin bisa sepertinya.

Ada pula sosok qiyadah (pemimpin) yang bersahaja. Ia cerdas dan tegas. Pribadinya yang down to earth  membuat orang dengan mudah bisa akrab padanya. Tak jarang aku menjadikannya rujukan bila sedang mengalami kebimbangan. Dalam satu waktu, ia bisa menjadi teman, kakak, sekaligus guru bagiku.

Kemudian teman-teman seperjuangan yang tak jemu mengingatkanku, setia mendengar keluh kesahku dan bersedia memahamiku. Mereka adalah muslimah yang  terlebih dulu menjemput hidayah-Nya. Para aktifis rohis sekolah hingga alumni pondok pesantren. Pemahaman dan hafalan mereka jauh diatasku. Masyaallah, aku sungguh kagum pada mereka.

Tak ketinggalan saudara-saudara lainnya yang hebat dan menghebatkan. Tipe-tipe orang yang kritis, dinamis dan optimis. Selalu memberikan ide-ide segar dan kreatif. Mengutamakan kepentingan jama’ah (kelompok) diatas kepentingan pribadi. Orang-orang yang aku yakini kelak akan menjadi pemimpin tangguh di masa depan.

Ada lagi adik-adik yang mampu memberikan warna dengan cara mereka. Generasi yang begitu cepat belajar dan beradaptasi. Ku lihat mereka dengan kerendahan hatinya namun tersimpan kegigihan dalam rangka perbaikan. Aku bahagia merekalah yang meneruskan perjuangan ini. Terselip doa untuk kalian, semoga Allah senantiasa menguatkan.

Jadi,  mengapa aku begitu merindukan tempat itu?

Sederhana…
karena aku punya saudara-saudari yang luar biasa disana.

Titip rindu untuk Malang, untuk semua kisah yang tak mungkin dilupakan.

(dhini iffansyah)

Rabu, 07 Agustus 2013

Sebuah Renungan

Sudah seberapa sering kita disibukan dengan urusan dunia.
Apakah sebanding dengan kesibukan kita dalam mencari keridhoan dari-Nya?

Sudah seberapa banyak harta yang kita habiskan untuk kepuasan semata.
Apakah sebanding dengan harta yang kita investasikan untuk meraih surga?

Sudah seberapa besar tumpukan dosa yang kita lakukan.
Apakah sebanding dengan pahala yang kita kumpulkan?

Sudah seberapa fasih kita bicara tentang berbagai ilmu pengetahuan.
Apakah sebanding dengan pemahaman kita tentang keislaman?

Sudah seberapa lama kita mengkhawatirkan perkara dunia.
Apakah sebanding dengan kekhawatiran kita teradap azab dan murka-Nya?

Sudah seberapa dalam kita mampu mencintai manusia.
Apakah sebanding dengan cinta kita kepada Allah azza wa jalla?

Sudah seberapa tinggi kita memuja tokoh idola.
Apakah sebanding dengan penghambaan kita pada Sang Pencipta?

Sudah seberapa jauh kita mengejar kedudukan terhormat dimata masyarakat.
Apakah sebanding dengan usaha kita mengejar kemuliaan dimata Sang Pemberi Rahmat?

Sudah seberapa sering kita berkorban untuk meraih cita-cita dunia.
Apakah sebanding dengan pengorbanan kita dalam menegakan agama?

(dhini iffansyah)